Malam dengan kerudung kesunyian mengurung Kota Matahari. Lampu-lampu di sepanjang kediaman kuil agung telah padam. Cahaya rembulan yg keperak-perakan menerpa seorang pengawal raksasa di hadapan rumah-rumah dewa.
Saat itu, ketika jiwa-jiwa terkalahkan oleh lelap malam, Nathan, putra Pendeta Agung, memasuki kuil Ishtar, sebuah kuil yg di sekitar pelarangannya berdiri belukar buah zaitun dan buah palam. Di tangannya yg bergetar tergenggam sebuah obor. Dinyalakannya lampu-lampu dan pedupaan, sejurus kemudian keharuman dupa dan kemenyan merebak hingga di hadapan kuil, bertahtakan gading dan emas, mengangkat kedua tangannya menghadap Ishtar, dan dengan suara tertelan ia menangis. "Kasihanilah hambamu ini, Oh Ishtar Yang Agung, Sang Dewi Cinta dan keindahan. Rahmatilah hamba dan jangan kau biarkan tangan-tangan kematian merenggut kekasihku, kekasih jiwaku yg setiap desah nafasnya membanjiri kerinduanku. Lindungilah ia dari jampi-jampi welas asih para tabib dan mantra-mantra tulang sihir yg tak berfaedah. Telah lenyap kesia-siaan dalam jiwaku kecuali kehendak suci. Engkaulah petunjuk dan penolongku. Tataplah hatiku yg sengsara dan jiwaku yg nista dengan belahan pandang kasih sayangmu dan kabulkanlah doaku. Mudahkanlah kehidupan kekasihku agar kami dapat bersama-sama memujamu dengan ritus cinta dan mencurahkan sepenuhnya masa muda kami dan kecantikan kami kepadamu.
"Hambamu Nathan, putra Pendeta Agung Hiram, jatuh cinta pada seorang perawan jelita tanpa ada bandingannya dan menjadikan wanita itu sebagai seorang sahabatnya. Namun beberapa perempuan dari kalangan bangsa jin cemburu pada kemolekannya dan nafsuku padanya, dan karena kecemburuan tololnya sampai mereka tega meniupkan pada wanita itu wabah kematian. Sekarang malaikan kematian yg berdiri di samping pembaringannya, membentangkan sayap-sayap hitam kematian di atasnya, dan menghunuskan kuku-kuku maut tajamnya. Rahmatilah kami, aku memohon sepenuh hatiku. Jauihlah bunga itu dari duri-duri layu yg tak pernah merasakan kegembiraan di musim panasnya.
"Selamatkanlah ia dari renggutan kematian agar kami masih bisa melaitkan himne-himne pujian untukmu, membakar kemenyan sebagai wujud penghormatan kami padamu, mengadakan pengorbanan di altar, mengisi jambangan bunga dengan minyak parfum, dan menyebarkan bunga-bunga mawar dan kembang violet di atas tiang-tiang serambi kuil. Biarkanlah cinta mengatasi kematian dalam perjuangan Kebahagiaan melawan Kesedihan."
Dan Nathan tak dapat berkata lebih banyak.
Saat itu budaknya memasuki kuil menghampiri tuannya, dan berbisik, "Tuan, wanita itu mengharapkan kehadiran anda."
Nathan berlari ke istananya dan langsung masuk ke bilik kekasihnya. Nathan lalu mendekati panjang kekasihnya itu, memegang tangannya yg lemah, perlahan dikecupnya bibir wanita itu dengan lembut seolah sedang meniupkan nafas kehidupan ke tubuh kekasihnya. Perlahan sang kekasih membuka matanya, tampak di atas bibirnya sebuah senyum redup, bentara denyut jantungnya pun berakhir. Dengan suara memelah wanita itu berkata, "Sang Dewi memanggilku, oh nafas jiwaku. Utusannya, malaikat kematian telah turun dari langit. Kehendak sang dewi adalah rahasia, demikian pula kematian adalah sebuah perintah yg tegar. Sudah saatnya aku pergi, aku dengar desau warna putih sedang turun. Walau demikian, cangkir-cangkir cinta dan Masa Muda kita tetap dalam pemiluhan tangan kita, dan lorong-lorong berbunga dari kehidupan yg indah meluap di hadapan kita. Aku naik, kekasihku, ke atas bahtera jiwa, namun aku akan kembali kepadamu, demi Ishtar yg agung. Karena ia akan mengobati jiwa-jiwa pecinta yg belum menikmati bagian dari kemasan Cinta dan kebahagiaan Masa Muda."
Air matanya mengubur, Nathan Membungkuk mencium bibir kekasihnya, bibir yg dingin, belu. Irak tangis air mata Nathan membasahi pakaiannya, dan patahannya membangunkan semua makhluk yg sedang tertidur lelap.
Dasar pun merekah, seluruh rakyat datang mengunjung istana Nathan untuk mengucapkan bela sungkawa setelah mendengar kabar kematian pujaan hati Nathan. Tetapi Nathan telah hilang. Setelah dua minggu berlaku, seorang jadilah bertutur bahwa ia pernah melihat Nathan di hutan belantara, mengobara diantara sekawanan rusa.
Tahun-tahun yg sangsai pun berlaku. Di kuil Ishtar, Sang Dewi Cinta dan Kecantikan, dewi penghancur merajalela, Dia meruntuhkan kuil megah di Kota Matahari; ia memporak-porandakan istananya yg megah. Ia meluluh-lantakkan kebun dan kadangnya. Tanah dipenuhi dengan luka-luka reruntuhan.
***
Matahari menarik cahaya keemasannya dari perbukitan Baalbek. Ali Al-Husaini membawa dombanya kembali ke lumbung didalam puing-puing kuil. Ia duduk diantara pilar-pilar kuno sambil meminumi ternaknya.
Malam makin larut dan bulan digulung awan hitam pekat dalam keriput kegelapan yg dalam. Mata Ali menjadi berat dan tidur mengusik perasaannya. Dalam kesunyian, ia bergulat bersama lamunannya sendiri, yg bersemayam di kerajaan agung dan pandangannya mengembara hampa, mengiringi rahasia kehidupannya. Jiwanya menyingkir dari serangan waktu menuju kesia-siaan; menempatkan diri ditengah-tengah serpihan pikiran dan ide-ide. Hal ini merupakan awal kali dalam hidupnya, Ali menjadi sadar akan kelaparan spiritual dimasa mudanya, kerinduan akan kemenangan cita dunia maupun berlalunya sang waktu. Ali merasakan sejuta kerinduan yg menggelindingkan hatinya atas kenangan berabad-abad yg lampau, ranting-ranting kehidupan bagai kemenyan yg ditaruh diatas nyala api putih. Sebuah cinta gaib menyentuh hatinya seperti seorang musikus ketika sedang memainkan dawai-dawai yg bergetaran.
Ali menerawangkan pandangannya keatas puing-puing, kemudian laksana lelaki buta yg tiba-tiba menemukan penglihatannya kembali, ia menarik lampu-lampu dan anglo-anglo pedupaan perak dihadapan singgasana dewi... Ia menarik kembali kurban-kurban dari altar emas dan gading... Ia melihat lagi perawan-perawan sedang berdansa, pemain-pemain temboran, penyanyi-penyanyi yg melantunkan himne untuk Dewi Cinta... dan Kecantikan... Namun bagaimana mungkin kenangan-kenangan masa lalu terbersit kembali di hati seorang penggembala muda man sederhana yg terlahir disebuah tenda nomad?
Tiba-tiba kenangan itu merenggut kerudung seusaam dan ia bangkit berjalan kearah kuil. Sejurus kemudian ia terhenti di pintu masuk, seolah ada kekuatan yg amat dahsyat yg menarik kakinya. Ia melemparkan pandangan kebawah, terlihat sebuah patung yg berseliweran di tanah, cahaya membebaskan tangisan jiwanya dan mereka mensucikan darah yg berasal dari luka yg sangat dalam. Ia juga merasakan sebuah tikamanalienasi dan kesendirian pada kurang ngarai yg buram diantara hatinya dan hati yg telah terkoyak-koyak udukala ia memasuki lorong kehidupan.
"Siapakah kau?" Ali menangis sedu sedan. "Siapakah yg berdiri menutup hatiku namun tak nampak oleh mataku? Apakah kau hantu keabadian yg diutus untuk menunjukan padaku makna kesia-siaan hidup dan kelemahan manusia? Ataukah rui dari sosok lho yg menyusup dari retakan bumi untuk menjadikanku budak lalu mencemoohku? Kekuatan aneh apakah ini yg suatu waktu dapat melemahkan dan memeriahkan hatiku? Siapakah aku dan keanehan apa yg ada pada diri ini yg kunamakan 'diriku sendiri?' Apakah anggur kehidupan yg telah lumint membuatku sesosok malaikat dalam perjamuan bersama akan semesta dan misteri-misterinya? Ataukah ini anggur yg membutakan diriku?
Oh, jiwa yg tersingkap, dan malam yg menggan pamit keluar.
Oh, rui yg indah, rui yg melayang diatas cakrawala mimpiku, perlihatkanlah dirimu padaku bila engkau memang manusia atau perintahkanlah kejelasan untku mengalahkan mataku agar aku dapat memang keluaran ketuhananmu. Jikalau dirimu adalah manusia, izinkan aku menyentuh tubuhmu; biarkan aku mendengar suaramu. Renggut selubung ini yg menyembunyikan kamu dariku. Jika aku memang pantas, tempatkankah tanganmu diatas hatiku dan milikilah aku."
Sejam sudah berlaku, Ali melelehkan biri mata dan menggelorakan hasrat kerinduannya.
Bunyi awan berkokok, mengabarkan fajar telah merekah, menguakkan cahayanya dan angin sepoi-sepoi pun berhembus. Sekawanan burung pergi mencari nafkah mereka meninggalkan burung pergi mencari nafkah mereka meninggalkan sarang-sarangnya sambil melantunkan doa-doa pagi mereka. Ali meletakkan tangannya yg lekuk diatas dahinya. Bagaikan Adam, saat dimana Tuhan membuka matanya seiring nafas kehidupan mahluk, Ali melihat objek yg baru, asing dan fantastik. Dia memanggil domba-dombanya dan mereka mengikutinya dengan diam menuju padang rumput. Seolah mengajak mereka, ali merasakan dirinya seperti seorang filosof dengan kekuatan pikirannya mampu menterjemahkan rahasia-rahasia alam semesta. Tibalah dia di anak sungai yg gemericik airnya membuat irama yg khas. Air sungai itu amat menyejukkan jiwanya. Ia pun duduk dibawah rindangan pohon cemara, pohon yg rantingnya tercelup di air seakan sedang minum dari kedalaman yg dingin.
Disinilah Ali nerakan degup jantungnya semakin bertambah kuat. Demikian pula jiwanya semakin bertambah kuat. Demikian pula jiwanya semakin membuncah dari dalam. Ia tumbuh seperti seorang ibu, yg tiba-tiba terbangun dari senja tidurnya karena rengekan tangis bayinya, matanya terpikat oleh kekuatan yg terpancar dari pandangan mata seorang perawan suci nan elok rupa, dengan sebuah kendi air di bahunya. Tampaknya wanita itu sedang menipi air kedalam kendinya, mata terpaut mata, antara Ali dan wanita itu. Dia menangis, putus asa, menjatuhkan kendi, hingga akhirnya berlari, namun sekilas dia menoleh kebelakang dalam ketidakpercayaan yg memilu.
Ali didorong oleh kekuatan misterius, melompati anak sungai, menangkap perawan itu lalu memeluknya. Seolah bumbu ini telah melemahkan hasratnya sehingga membuatnya belu dalam delapan hangat, menyerah pada lelaki itu laksana keharuman kumbang melati yg tunduk pada angin sepoi-sepoi. Dua insan manusia yg sedang dilanda demam asmara dan menyatu dalam jiwa-jiwa rindu yg dipisahkan oleh bumi, dan sekarang keduanya dipertemukan oleh Tuhan.
Mereka pun berjalan dibawah sindang pepohonan willow, persatuan dua diri adalah bahasa percakapan mereka; mata untuk melihat keagungan kebahagiaan; pendengar kesunyian dan wahyu cinta yg maha dahsyat.
Domba-domba merumput; burung-burung di langit melayang-layang diatas kepala mereka; matahari membentangkan pakaian emasnya diatas perbukitan; dan mereka duduk disisi sebuah bongkahan batu besar dimana bunga violet bersembunyi. Si perawan itu menatap mata hitam Ali sementara desir angin mengelus rambutnya, seolah gemerlap seuntai ciuman idaman sejati. Kemudian perawan itu berkata, Ishtar, oh idaman sukmaku, yg telah memulihkan jiwa kita dibelantara kehidupan ini dari kehidupan yg lain, sehingga kita tak akan diingkari oleh kebahagian Cinta dan keagungan Masa Muda."
Ali menutup matanya, seolah melodi suaranya telah membawanya kealam mimpi. Sayap-sayap panas menerbangkannya menuju sebuah ruang yg aneh, dimana diatas panjang kematiannya, tergeletak jenazah seorang perawan yg memiliki kembanuhlan yg dikehendaki oleh kematian. Ali mengungkapkan sebuah tangisan yg menyayat-nyayat, kemudian membuka matanya dan menemukan perawan itu sedang duduk disampingnya. Bibirnya merekah, senyum manisnya tersungging dan matanya memancarkan cahaya kehidupan. Melihat keadan kekasihnya, hati Ali berubah menjadi segar, dan hantu dari khayalannya menarik diri, demikian pula gelinding kenang masa lalu yg suram. Kedua pecinta tersebut saling berpelukan dan meminum anggur dari ciuman manis. Mereka tertidur, terbungkus dalam genggaman yg lain, hingga sisa masa lalu dari bayangan seketika pudar oleh kekuatan keabadian yg telah membangunkan mereka.
Saat itu, ketika jiwa-jiwa terkalahkan oleh lelap malam, Nathan, putra Pendeta Agung, memasuki kuil Ishtar, sebuah kuil yg di sekitar pelarangannya berdiri belukar buah zaitun dan buah palam. Di tangannya yg bergetar tergenggam sebuah obor. Dinyalakannya lampu-lampu dan pedupaan, sejurus kemudian keharuman dupa dan kemenyan merebak hingga di hadapan kuil, bertahtakan gading dan emas, mengangkat kedua tangannya menghadap Ishtar, dan dengan suara tertelan ia menangis. "Kasihanilah hambamu ini, Oh Ishtar Yang Agung, Sang Dewi Cinta dan keindahan. Rahmatilah hamba dan jangan kau biarkan tangan-tangan kematian merenggut kekasihku, kekasih jiwaku yg setiap desah nafasnya membanjiri kerinduanku. Lindungilah ia dari jampi-jampi welas asih para tabib dan mantra-mantra tulang sihir yg tak berfaedah. Telah lenyap kesia-siaan dalam jiwaku kecuali kehendak suci. Engkaulah petunjuk dan penolongku. Tataplah hatiku yg sengsara dan jiwaku yg nista dengan belahan pandang kasih sayangmu dan kabulkanlah doaku. Mudahkanlah kehidupan kekasihku agar kami dapat bersama-sama memujamu dengan ritus cinta dan mencurahkan sepenuhnya masa muda kami dan kecantikan kami kepadamu.
"Hambamu Nathan, putra Pendeta Agung Hiram, jatuh cinta pada seorang perawan jelita tanpa ada bandingannya dan menjadikan wanita itu sebagai seorang sahabatnya. Namun beberapa perempuan dari kalangan bangsa jin cemburu pada kemolekannya dan nafsuku padanya, dan karena kecemburuan tololnya sampai mereka tega meniupkan pada wanita itu wabah kematian. Sekarang malaikan kematian yg berdiri di samping pembaringannya, membentangkan sayap-sayap hitam kematian di atasnya, dan menghunuskan kuku-kuku maut tajamnya. Rahmatilah kami, aku memohon sepenuh hatiku. Jauihlah bunga itu dari duri-duri layu yg tak pernah merasakan kegembiraan di musim panasnya.
"Selamatkanlah ia dari renggutan kematian agar kami masih bisa melaitkan himne-himne pujian untukmu, membakar kemenyan sebagai wujud penghormatan kami padamu, mengadakan pengorbanan di altar, mengisi jambangan bunga dengan minyak parfum, dan menyebarkan bunga-bunga mawar dan kembang violet di atas tiang-tiang serambi kuil. Biarkanlah cinta mengatasi kematian dalam perjuangan Kebahagiaan melawan Kesedihan."
Dan Nathan tak dapat berkata lebih banyak.
Saat itu budaknya memasuki kuil menghampiri tuannya, dan berbisik, "Tuan, wanita itu mengharapkan kehadiran anda."
Nathan berlari ke istananya dan langsung masuk ke bilik kekasihnya. Nathan lalu mendekati panjang kekasihnya itu, memegang tangannya yg lemah, perlahan dikecupnya bibir wanita itu dengan lembut seolah sedang meniupkan nafas kehidupan ke tubuh kekasihnya. Perlahan sang kekasih membuka matanya, tampak di atas bibirnya sebuah senyum redup, bentara denyut jantungnya pun berakhir. Dengan suara memelah wanita itu berkata, "Sang Dewi memanggilku, oh nafas jiwaku. Utusannya, malaikat kematian telah turun dari langit. Kehendak sang dewi adalah rahasia, demikian pula kematian adalah sebuah perintah yg tegar. Sudah saatnya aku pergi, aku dengar desau warna putih sedang turun. Walau demikian, cangkir-cangkir cinta dan Masa Muda kita tetap dalam pemiluhan tangan kita, dan lorong-lorong berbunga dari kehidupan yg indah meluap di hadapan kita. Aku naik, kekasihku, ke atas bahtera jiwa, namun aku akan kembali kepadamu, demi Ishtar yg agung. Karena ia akan mengobati jiwa-jiwa pecinta yg belum menikmati bagian dari kemasan Cinta dan kebahagiaan Masa Muda."
Air matanya mengubur, Nathan Membungkuk mencium bibir kekasihnya, bibir yg dingin, belu. Irak tangis air mata Nathan membasahi pakaiannya, dan patahannya membangunkan semua makhluk yg sedang tertidur lelap.
Dasar pun merekah, seluruh rakyat datang mengunjung istana Nathan untuk mengucapkan bela sungkawa setelah mendengar kabar kematian pujaan hati Nathan. Tetapi Nathan telah hilang. Setelah dua minggu berlaku, seorang jadilah bertutur bahwa ia pernah melihat Nathan di hutan belantara, mengobara diantara sekawanan rusa.
Tahun-tahun yg sangsai pun berlaku. Di kuil Ishtar, Sang Dewi Cinta dan Kecantikan, dewi penghancur merajalela, Dia meruntuhkan kuil megah di Kota Matahari; ia memporak-porandakan istananya yg megah. Ia meluluh-lantakkan kebun dan kadangnya. Tanah dipenuhi dengan luka-luka reruntuhan.
***
Matahari menarik cahaya keemasannya dari perbukitan Baalbek. Ali Al-Husaini membawa dombanya kembali ke lumbung didalam puing-puing kuil. Ia duduk diantara pilar-pilar kuno sambil meminumi ternaknya.
Malam makin larut dan bulan digulung awan hitam pekat dalam keriput kegelapan yg dalam. Mata Ali menjadi berat dan tidur mengusik perasaannya. Dalam kesunyian, ia bergulat bersama lamunannya sendiri, yg bersemayam di kerajaan agung dan pandangannya mengembara hampa, mengiringi rahasia kehidupannya. Jiwanya menyingkir dari serangan waktu menuju kesia-siaan; menempatkan diri ditengah-tengah serpihan pikiran dan ide-ide. Hal ini merupakan awal kali dalam hidupnya, Ali menjadi sadar akan kelaparan spiritual dimasa mudanya, kerinduan akan kemenangan cita dunia maupun berlalunya sang waktu. Ali merasakan sejuta kerinduan yg menggelindingkan hatinya atas kenangan berabad-abad yg lampau, ranting-ranting kehidupan bagai kemenyan yg ditaruh diatas nyala api putih. Sebuah cinta gaib menyentuh hatinya seperti seorang musikus ketika sedang memainkan dawai-dawai yg bergetaran.
Ali menerawangkan pandangannya keatas puing-puing, kemudian laksana lelaki buta yg tiba-tiba menemukan penglihatannya kembali, ia menarik lampu-lampu dan anglo-anglo pedupaan perak dihadapan singgasana dewi... Ia menarik kembali kurban-kurban dari altar emas dan gading... Ia melihat lagi perawan-perawan sedang berdansa, pemain-pemain temboran, penyanyi-penyanyi yg melantunkan himne untuk Dewi Cinta... dan Kecantikan... Namun bagaimana mungkin kenangan-kenangan masa lalu terbersit kembali di hati seorang penggembala muda man sederhana yg terlahir disebuah tenda nomad?
Tiba-tiba kenangan itu merenggut kerudung seusaam dan ia bangkit berjalan kearah kuil. Sejurus kemudian ia terhenti di pintu masuk, seolah ada kekuatan yg amat dahsyat yg menarik kakinya. Ia melemparkan pandangan kebawah, terlihat sebuah patung yg berseliweran di tanah, cahaya membebaskan tangisan jiwanya dan mereka mensucikan darah yg berasal dari luka yg sangat dalam. Ia juga merasakan sebuah tikamanalienasi dan kesendirian pada kurang ngarai yg buram diantara hatinya dan hati yg telah terkoyak-koyak udukala ia memasuki lorong kehidupan.
"Siapakah kau?" Ali menangis sedu sedan. "Siapakah yg berdiri menutup hatiku namun tak nampak oleh mataku? Apakah kau hantu keabadian yg diutus untuk menunjukan padaku makna kesia-siaan hidup dan kelemahan manusia? Ataukah rui dari sosok lho yg menyusup dari retakan bumi untuk menjadikanku budak lalu mencemoohku? Kekuatan aneh apakah ini yg suatu waktu dapat melemahkan dan memeriahkan hatiku? Siapakah aku dan keanehan apa yg ada pada diri ini yg kunamakan 'diriku sendiri?' Apakah anggur kehidupan yg telah lumint membuatku sesosok malaikat dalam perjamuan bersama akan semesta dan misteri-misterinya? Ataukah ini anggur yg membutakan diriku?
Oh, jiwa yg tersingkap, dan malam yg menggan pamit keluar.
Oh, rui yg indah, rui yg melayang diatas cakrawala mimpiku, perlihatkanlah dirimu padaku bila engkau memang manusia atau perintahkanlah kejelasan untku mengalahkan mataku agar aku dapat memang keluaran ketuhananmu. Jikalau dirimu adalah manusia, izinkan aku menyentuh tubuhmu; biarkan aku mendengar suaramu. Renggut selubung ini yg menyembunyikan kamu dariku. Jika aku memang pantas, tempatkankah tanganmu diatas hatiku dan milikilah aku."
Sejam sudah berlaku, Ali melelehkan biri mata dan menggelorakan hasrat kerinduannya.
Bunyi awan berkokok, mengabarkan fajar telah merekah, menguakkan cahayanya dan angin sepoi-sepoi pun berhembus. Sekawanan burung pergi mencari nafkah mereka meninggalkan burung pergi mencari nafkah mereka meninggalkan sarang-sarangnya sambil melantunkan doa-doa pagi mereka. Ali meletakkan tangannya yg lekuk diatas dahinya. Bagaikan Adam, saat dimana Tuhan membuka matanya seiring nafas kehidupan mahluk, Ali melihat objek yg baru, asing dan fantastik. Dia memanggil domba-dombanya dan mereka mengikutinya dengan diam menuju padang rumput. Seolah mengajak mereka, ali merasakan dirinya seperti seorang filosof dengan kekuatan pikirannya mampu menterjemahkan rahasia-rahasia alam semesta. Tibalah dia di anak sungai yg gemericik airnya membuat irama yg khas. Air sungai itu amat menyejukkan jiwanya. Ia pun duduk dibawah rindangan pohon cemara, pohon yg rantingnya tercelup di air seakan sedang minum dari kedalaman yg dingin.
Disinilah Ali nerakan degup jantungnya semakin bertambah kuat. Demikian pula jiwanya semakin bertambah kuat. Demikian pula jiwanya semakin membuncah dari dalam. Ia tumbuh seperti seorang ibu, yg tiba-tiba terbangun dari senja tidurnya karena rengekan tangis bayinya, matanya terpikat oleh kekuatan yg terpancar dari pandangan mata seorang perawan suci nan elok rupa, dengan sebuah kendi air di bahunya. Tampaknya wanita itu sedang menipi air kedalam kendinya, mata terpaut mata, antara Ali dan wanita itu. Dia menangis, putus asa, menjatuhkan kendi, hingga akhirnya berlari, namun sekilas dia menoleh kebelakang dalam ketidakpercayaan yg memilu.
Ali didorong oleh kekuatan misterius, melompati anak sungai, menangkap perawan itu lalu memeluknya. Seolah bumbu ini telah melemahkan hasratnya sehingga membuatnya belu dalam delapan hangat, menyerah pada lelaki itu laksana keharuman kumbang melati yg tunduk pada angin sepoi-sepoi. Dua insan manusia yg sedang dilanda demam asmara dan menyatu dalam jiwa-jiwa rindu yg dipisahkan oleh bumi, dan sekarang keduanya dipertemukan oleh Tuhan.
Mereka pun berjalan dibawah sindang pepohonan willow, persatuan dua diri adalah bahasa percakapan mereka; mata untuk melihat keagungan kebahagiaan; pendengar kesunyian dan wahyu cinta yg maha dahsyat.
Domba-domba merumput; burung-burung di langit melayang-layang diatas kepala mereka; matahari membentangkan pakaian emasnya diatas perbukitan; dan mereka duduk disisi sebuah bongkahan batu besar dimana bunga violet bersembunyi. Si perawan itu menatap mata hitam Ali sementara desir angin mengelus rambutnya, seolah gemerlap seuntai ciuman idaman sejati. Kemudian perawan itu berkata, Ishtar, oh idaman sukmaku, yg telah memulihkan jiwa kita dibelantara kehidupan ini dari kehidupan yg lain, sehingga kita tak akan diingkari oleh kebahagian Cinta dan keagungan Masa Muda."
Ali menutup matanya, seolah melodi suaranya telah membawanya kealam mimpi. Sayap-sayap panas menerbangkannya menuju sebuah ruang yg aneh, dimana diatas panjang kematiannya, tergeletak jenazah seorang perawan yg memiliki kembanuhlan yg dikehendaki oleh kematian. Ali mengungkapkan sebuah tangisan yg menyayat-nyayat, kemudian membuka matanya dan menemukan perawan itu sedang duduk disampingnya. Bibirnya merekah, senyum manisnya tersungging dan matanya memancarkan cahaya kehidupan. Melihat keadan kekasihnya, hati Ali berubah menjadi segar, dan hantu dari khayalannya menarik diri, demikian pula gelinding kenang masa lalu yg suram. Kedua pecinta tersebut saling berpelukan dan meminum anggur dari ciuman manis. Mereka tertidur, terbungkus dalam genggaman yg lain, hingga sisa masa lalu dari bayangan seketika pudar oleh kekuatan keabadian yg telah membangunkan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setelah Baca Tinggalkan Komentar, Jangan Lupa Follow Blog Ini, Jangan Rasis, Jangan SARA, Jangan Diskriminasi, Jangan Porno, Jangan ALAY