Pengkolan atau belokan sudah pasti menunjuk ke jalan yg menikung ke kanan atau ke kiri. Tapi kalau bertanya ke orang Garut, pasti jawabannya akan berbeda, sebab masyarakat Garut sudah umum kalau menyebut "pengkolan" akan tertuju ke satu tempat keramaian yaitu pusat kota Garut. Tapi kalau ditanya, apa sebabnya pusat kota Garut suka disebut "pengkolan"? Atau dimana tepatnya "pengkolan" itu? Banyak yg bingung atau tidak tahu, paling akan menjawab sekenanya "sudah dari sananya" sambil tidak ada penjelasan yg ilmiah.
Sekarang saya coba bedah, merujuk pada dongeng dan cerita kakek, nenek dan orang-orang tua. Begini ceritanya, sekarang saya mulai dari Stamplat (terminal) yg tepatnya di Jalan Pramuka yg sekarang jadi Dinas Perdagangan dan UMKM (kalau tidak salah), sebelumnya Sturada (Radio daerah). Sudah pasti dulu tempat itu ramai, sebab terminal satu-satunya di Garut, tidak jauh dari sana ada stasiun kereta (sekarang sudah ditutup). Kembali lagi ke cerita, dulu kalau mau ke luar kota Garut, dan tidak punya kendaraan pasti yg dituju adalah terminal, misalkan kita mau ke Tasik, Singaparna atau Cilawu, pokoknya yg mau kearah tenggara, sebab akan ada keterkaitan dengan yg namanya "pengkolan". Kalau naik bis dari terminal, diperkirakan rute bis akan ke Jalan Pramuka selatan terus belok ke kiri Jalan Talaga Bodas (Jalan A. Yani) timur sampai belok ke kanan di pertigaan (simpang tiga Ciledug) terus ke selatan ke Jalan Ciledug terus ke Cilawu dengan seterusnya sampai ke Tasik. Sampai sini sudah ada gambaran dua pengkolan, sekarang yg jadi pertanyaan, yg mana "pengkolan" itu, belokan Jalan Pramuka-A. Yani, atau belokan A. Yani-Ciledug. Tapi kalau merujuk ke dongeng kakek nenek saya, kalau tempat yg ramai dulu (malah dari zaman Belanda) yaitu di pertigaan A. Yani-Ciledug, hati saya merasa sreg bahwa "pengkolan" itu disana.
Saya sempat baca sepintas di koran "PR" mengenai tempat yg tidak jauh dari sana yaitu "Pasar Ceplak" (Jalan Siliwangi), ternyata tempat itu dari zaman Belanda sudah ada. Yaitu tempat Menir-Menir dan Sinyoh Belanda yg sengaja datang dari Ondernimeng (perkebunan) sekitar Kota Garut untuk "hang out" setiap malam minggu, begadang sambil mabuk-mabukan semalaman. Paginya sebelum mereka pulang suka sengaja membeli kopi ke Toko "Ek Bow" (tokonya sampai sekarang masih ada) yg tepatnya ada di pertigaan Jalan A. Yani-Ciledug. Ternyata tempat itu sudah ramai dari zaman dulu, pantas kalau kita sebut "pengkolan" itu disana, ditambah lagi dulu ada istilah seperti ini "kalau mau ke Tasik jangan ke Stamplat, lama, mending nunggu bis di "pengkolan" saja". (maksudnya dibelokan pertigaan A. Yani-Ciledug). Soal dari kapan pusat kota Garut disebut "pengkolan" saya sendiri tidak tahu, tidak ada referensi yg mendukung ke cerita ini, walaupun cerita "pengkolan" ini juga belum tentu benar, masih bisa sangkal.
Sumber: sabulangbentor
Sekarang saya coba bedah, merujuk pada dongeng dan cerita kakek, nenek dan orang-orang tua. Begini ceritanya, sekarang saya mulai dari Stamplat (terminal) yg tepatnya di Jalan Pramuka yg sekarang jadi Dinas Perdagangan dan UMKM (kalau tidak salah), sebelumnya Sturada (Radio daerah). Sudah pasti dulu tempat itu ramai, sebab terminal satu-satunya di Garut, tidak jauh dari sana ada stasiun kereta (sekarang sudah ditutup). Kembali lagi ke cerita, dulu kalau mau ke luar kota Garut, dan tidak punya kendaraan pasti yg dituju adalah terminal, misalkan kita mau ke Tasik, Singaparna atau Cilawu, pokoknya yg mau kearah tenggara, sebab akan ada keterkaitan dengan yg namanya "pengkolan". Kalau naik bis dari terminal, diperkirakan rute bis akan ke Jalan Pramuka selatan terus belok ke kiri Jalan Talaga Bodas (Jalan A. Yani) timur sampai belok ke kanan di pertigaan (simpang tiga Ciledug) terus ke selatan ke Jalan Ciledug terus ke Cilawu dengan seterusnya sampai ke Tasik. Sampai sini sudah ada gambaran dua pengkolan, sekarang yg jadi pertanyaan, yg mana "pengkolan" itu, belokan Jalan Pramuka-A. Yani, atau belokan A. Yani-Ciledug. Tapi kalau merujuk ke dongeng kakek nenek saya, kalau tempat yg ramai dulu (malah dari zaman Belanda) yaitu di pertigaan A. Yani-Ciledug, hati saya merasa sreg bahwa "pengkolan" itu disana.
Saya sempat baca sepintas di koran "PR" mengenai tempat yg tidak jauh dari sana yaitu "Pasar Ceplak" (Jalan Siliwangi), ternyata tempat itu dari zaman Belanda sudah ada. Yaitu tempat Menir-Menir dan Sinyoh Belanda yg sengaja datang dari Ondernimeng (perkebunan) sekitar Kota Garut untuk "hang out" setiap malam minggu, begadang sambil mabuk-mabukan semalaman. Paginya sebelum mereka pulang suka sengaja membeli kopi ke Toko "Ek Bow" (tokonya sampai sekarang masih ada) yg tepatnya ada di pertigaan Jalan A. Yani-Ciledug. Ternyata tempat itu sudah ramai dari zaman dulu, pantas kalau kita sebut "pengkolan" itu disana, ditambah lagi dulu ada istilah seperti ini "kalau mau ke Tasik jangan ke Stamplat, lama, mending nunggu bis di "pengkolan" saja". (maksudnya dibelokan pertigaan A. Yani-Ciledug). Soal dari kapan pusat kota Garut disebut "pengkolan" saya sendiri tidak tahu, tidak ada referensi yg mendukung ke cerita ini, walaupun cerita "pengkolan" ini juga belum tentu benar, masih bisa sangkal.
Sumber: sabulangbentor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setelah Baca Tinggalkan Komentar, Jangan Lupa Follow Blog Ini, Jangan Rasis, Jangan SARA, Jangan Diskriminasi, Jangan Porno, Jangan ALAY