Minggu, 29 Juni 2014

nias


Pulau Nias adalah salah satu pulau terbesar di Sumatra. Letaknya disebelah utara Pulau Sumatra. Pulau Nias lebih dekat dengan Kepulauan Siberut, tempat tinggal suku Mentawai yg primitif. Hampir semua santai di Nias digunakan untuk berselancar turis mancanegara karena tingginya deburan ombak. Luar Pulau Nias adalah 5.625 km persegi. Uniknya, tidak ada gunung berapi disana. Hanya ada satu gunung yg terkenal, yakni Gunung Sitoli. Gunung Sitoli adalah nama ibu kota Pulau Nias. Di Nias terdapat 19 kabupaten dan 17 kecamatan. Di Kecamatan Teluk Dalam terdapat santai yg memiliki keindahan pemandangan akan yg menakjubkan hingga sering dikunjungi turis.
Tapi perang dan acara melompati beberapa susun batu merupakan tarian yg sangat terkenal. Upacara melompat batu, dimaksudkan sebagai lambang peralihan dari seorang anak laki-laki menuju kedewasaannya dan ini dilakukan khusus oleh anak lelaki yg berumur 18 tahun. Ia harus dapat melompati susunan atau tumpukan batu berbentuk pilar yg tingginya mencapai 2 meter. Tumpukan atau pilar batu ini harus dapat dilompati dalam satu kali lompatan langsung. Dahulu kala di sekeliling tumpukan batu itu diberi potongan-potongan bambu runcing. Ini merupakan syarat bagi para calon prajuri perang guna melatih ketangkasan mereka dalam merebut benteng musuh. Tarian itu terdapat di Desa Bawomataluo dan Hilisimae. Dalam menari, mereka memakai pakaian tradisional khas dengan bulu-bulu burung diatas kepala. Kepala Suku melihat para penari sambil duduk diatas kursi batu seberat 18ton.
Konon, penduduk Nias berasal dari suku Batak, tapi mereka menolak pendapat itu. Menurut kepercayaan penduduk, mereka berasal dari Burma. Frenchman Ferrard, seorang ahli dari Prancis yg pernah meneliti asal-usul penduduk Nias, mengatakan bahwa mereka adalah keturunan Arab yg pernah singgah di Nias pada tahun 851M. Ia juga menyebutkan bahwa Gua Pelita pernah ditinggali orang sejak 7000 tahun lalu. Beberapa legenda disana menceritakan bahwa ada dua suku yg tinggal dikurang dan memiliki perilaku jahat.
Penduduk Pulau Nias juga mengalami zaman kepedihan. Pada tahun 1755, Belanda datang ke Nias dan mulai mengatur pemerintahan disana. Saat itu mereka diperjualbelikan sebagai budak. Zaman perbudakan dalam bahasa Nias disebut Laku Niha yg artinya 'manusia yg ditawarkan'. Orang Cina dan Eropa-lah yg membeli orang Nias. Pada saat itu, hampir 500 orang Nias dibawa ke Prancis untuk dijual.
Orang Nias disebut Ono Nisa, sedangkan tanah mereka disebut Tano Niha. Pada zaman dulu, orang dibedakan atas golongan bangsawan, masyarakat umum, dan budak. Sedangkan pada masa sekarang, yg membedakan mereka hanya tempat tinggal atau daerah. Kusukan desa disebut orahua. Kepala desa memimpin daerah secara turun-temurun dalam keluarganya.
Konon, agama Hindu pernah disebarkan disana. Terbukti dengan kepercayaan masyarakat pada tiga Tuhan, yakni Lowalani sang pencipta, penjaga, dan pelindung. Lalu, Laturadanu, sang pembinasa, dan Silewinarajata, sang pendanah dan perantara. Kemudian agama islam masuk ke Nias dengan perantara pedagang Arab pada tahun 1700. Agama Kristen datang ke Nias dibawa pendeta asal Pasir, Prancis, pada tahun 1822. Pada tahun 1865 penyebar agama Katolik masuk ke Nias.

Sumber: dikutip dengan pengubahan dari Mentari, 6 September 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah Baca Tinggalkan Komentar, Jangan Lupa Follow Blog Ini, Jangan Rasis, Jangan SARA, Jangan Diskriminasi, Jangan Porno, Jangan ALAY

Baca Juga:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...