Oleh: Erna Suminar
“ Hanya satu yang aku tahu, yaitu bahwa aku tidak tahu apa-apa.” (Socrates)
Di sebuah kelas 6 Sekolah Dasar berlangsung tanya jawab antara guru dengan para muridnya:
Guru: Apa yang paling besar di semesta ini ?
Adul: Gajah
Nunun: Gunung, bu. Gunung lebih besar dari pada gajah.
Bejo: Matahari, bu guru… Karena matahari 18 kali lebih besar daripada bumi.
Gayus: Mata kita, bu. … Karena mata bisa melihat semuanya.
Guru: Gayus pinter. Benar, mata kita karena menyaksikan seluruh keindahan semesta.
Ahmad, murid yang paling pendiam mendengar seluruh dialog itu dengan kebingungan. “Bu guru, kok pertanyaannya aneh begitu dan jawabannya pun enggak jelas. Semesta ini amat luas. Mata pun tak akan bisa menjangkaunya,” katanya membatin. Perlahan ia mengangkat tangan dari pojok kanan belakang kelas.
Guru: Oh, ada jawaban lain rupanya. Ayo Ahmad, apa jawabanmu?
Ahmad: Tuhan, bu. Karena Tuhan yang menciptakan seluruh alam raya. Dia melihat yang kelihatan dan tidak yang terlihat.
Guru: #$%&*_..?!& ?
Baiklah. Lupakan saja dulu dialog guru dan murid diatas. Anda boleh setuju atau pun tidak dengan jawaban semuanya. Tetapi kenyataannya itulah manusia, makhluk yang pandai menerka-nerka.
Tentang Semesta. Betapa sulit bagi kita untuk mendapatkan seberapa luasnya semesta raya ini. Semuanya masih menjadi teka-teki. Kebanyakan diantara kita hanya mengenal nama tujuh planet lain yakni Matahari, Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus. Sementara di luar itu masih berputar ratusan milyar galaksi yang meliputi ratusan milyar bintang, dan kita hanya menempati satu galaksi saja yang biasa kita sebut sebagai galaksi Bimasakti. Dalam galaksi Bimasakti kita, ada lebih dari 100milyar bintang, termasuk matahari dan tatasuryanya. Melesatlah ke semesta raya, ruang menjadi tak berbatas dan bertepi.
Bimasakti adalah gugusan bintang yang sangat mengagumkan di langit malam, adalah bagian terlihat dari sebuah galaksi cakram berspiral. Begitu luas galaksi tempat hidup kita sehingga cahayanya harus memakan waktu 100.000 tahun untuk melindungi lebarnya. Semilyar lebih bintang menemani Matahari mengelilingi pusat galaksi. Bintang yang dapat dilihat dengan mata biasa tampak berkumpul rapat di sekeliling Matahari bagaikan lebah mengelilingi bunga. Sebenarnya, bintang-bintang dalam Bimasakti itu sangat jauh dari Matahari sehingga jaraknya diukur dalam hitungan tahun cahaya. Sirius, misalnya, berjarak Sembilan tahun cahaya, atau 87trilyun kilometer, dan Achenar hampir 14 kali lebih jauh.
Bumi kita ini amat kecil dibandingkan dengan luasnya alam semesta. Garis tengah Bumi panjangnya kira-kira 8.000mil, sedangkan Matahari kira-kira 865.000mil. Sedangkan jarak Bumi ke Matahari adalah 92,8juta mil. Sementara itu cahaya Matahari mencapai Bumi berlangsung dengan kecepatan 1,08 kilometer perjam. Alangkah jauhnya Matahari dari Bumi. Bahkan hanya untuk mencapai bintang yang terdekat saja memerlukan waktu 4,1 tahun cahaya. Sedangkan kecepatan cahaya itu sama dengan 186.000mil per detik. Satu tahun cahaya berjumlah 9.461.000.000.000kilo meter.
Yang disebut oleh Gayus, bahwa mata kita besar karena bisa melihat semuanya, ternyata pandangan mata itu sangat relatif dan penuh dengan keterbatasan. Langit yang berwarna biru hanya sebatas atmosfer bumi. Langit tampak berwarna biru karena cahaya matahari terpapar di atmosfer, dan warna biru terpisah dari cahaya matahari yang terdiri atas tujuh warna, merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Warna biru ini kemudian menyebar di udara. Akhirnya nampaklah oleh kita, langit berwarna biru. Biru-nya laut karena air laut menyerap warna-warna lain, dan yang di permukaan hanya memantulkan warna biru. Namun seandainya kita menyelam pada kedalaman lebih dari 1000 meter, yang terlihat hanyalah gelap dan pekat.
Berangkat dari pernyataan Einstein, apa yang kita saksikan yang disebut dengan realitas sebenarnya hanyalah ilusi. Dan realitas itu sendiri adalah ilusi yang tetap. Tubuh adalah sebuah realitas yang nampak dan bergerak dengan keterbatasan. Kita bergerak pun karena kita berjiwa, pada saat kita mati tubuh kembali dalam bentuk fisik kemudian lebur bersama bumi. Lalu kemanakah jiwa kita yang meliputi pikiran dan perasaan kita. Ternyata esensi diri kita adalah jiwa dimana kita terbiasa pikiran, perasaan, hati bisa mengembara kemana-mana. Ruh adalah sesuatu yang tak terjangkau,dan tercerna dalam pikiran kita sekali pun. Namun ia begitu dekat dengan kita, selama kita hidup ia menyatu dengan kita. Seperti semesta raya, pikiran kita dan perasaan kita jagad ruangnya tak bertepi. Jangankan misteri semesta raya yang hingga saat ini belum terkuak semuanya, bahkan diri kita sendiri pun adalah misteri. Dan kehidupan kita sendiri pun adalah misteri. Benar kata Socrates, yang aku tahu, bahwa aku tahu aku tak mengetahui apa-apa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setelah Baca Tinggalkan Komentar, Jangan Lupa Follow Blog Ini, Jangan Rasis, Jangan SARA, Jangan Diskriminasi, Jangan Porno, Jangan ALAY