Senin, 10 Maret 2014

khalil gibran-gejolak asmara

Musim Semi
Datanglah duhai kekasihku; mari terbang menapak pucuk-pucuk bukit, karena salju telah mencair, dan sang hidup terbangun dari lelapnya dan berkelana diantara bukit dan lembah. Mengikuti tapak-tapak musim semi yg tak berujung, dan menghitung pucuk-pucuk bukit demi menulis inspirasi atas dinginnya lembah hijau.
Fajar musim semi membentangkan jubah musim dingin. Dan meletakkannya diatas pohon persik dan sitrus, bak pengantin disebuah pesta malam Qadar.
Ranting butir-butir anggur saling berpelukan bagaikan sepasang kekasih dan menari-nari diantara bebatuan, menyanyikan lagu keriangan; dan tiba-tiba dipusat semesta bersemilah kuncup-kuncup bunga bagaikan buih-buih debur ombak samudera.
Datanglah duhai kekasihku, mari kita reguk air mata musim dingin dari tangkup-tangkup bunga linin, dan menyejuki jiwa kita dengan guyuran kicau-ceracau burung-burung, dan sejuk segar derai nafas angin. Mari kita duduk di bebatuan itu, tempat bunga-bunga violet malu-malu bersembunyi; dan mari kita buru ciuman manis mereka.

Musim Panas
Mari kita berkelana ke padang-padang duhai kekasihku. Karena musim panen telah tiba dan jemari-jemari surya telah memasakkan biji-biji gandum. Mari kita olah buah-buah bumi layaknya jiwa yg memelihara kuncup-kuncup kebahagiaan dari benih-benih cinta yg tertancap di dada kita. Mari kita penuhi gelumbung-gelumbung dengan hasil-hasil alam, bak hidup memenuhi tangkup hati kita tiada hingga dengan anugerah yg terbatas. Mari kita tebarkan bunga-bunga untuk ranjang kita, dan langit sebagai selimut, dan meletakkan jemari kita diatas jerami-jerami yg lembut.
Mari kita beristirahat setelah seharian bekerja dan mendengar gemericing anak sungai yg bekejaran.

Musim Gugur
Mari kita petik bulir-bulir, lalu meremasnya dan memasung perasaan itu dalam guci-guci kuno layaknya jiwa menjaga pengetahuan zaman dalam laci-laci keabadian.
Mari kita kembali bekerja karena angin telah merontokkan daun-daun dan menerbangkan bunga-bunga layu yg melenguh kepanasan.
Duhai kekasih abadiku, pulanglah karena burung-burung telah melintas padang mencari kehangatan, meninggalkan dingin sunyi yg membeku. Melati dan pacar hijau tidak lagi menangis.
Mari kita menarik diri karena anak-anak sungai telah lelah berkejaran; dan buih-buih musim semi telah mengering karena banjir tangis. Bukit-bukit tua yg renta telah menarik jubah pelanginya.
Datanglah duhai kekasihku, sang alam telah kelelahan dan mengucap selamat tinggal dalam melodi sunyi yg membius.

Musim Dingin
Mendekatkah padaku, duhai kekasih hidupku. Jangan biarkan dingin bebas memisahkan kita. Rangkumlah hatiku karena hanya api yg mampu menghangatkan di musim dingin. Curahkanlah hatimu padaku karena itu lebih menyejukkan hatiku dari pada hembusan angin kencang diluar sana. Tutuplah pintu-pintu dan kunci jendela-jendela karena kemurahan surga menelan jiwa ini dengan berat, dan wajah padang yg tertimbun salju membuat jiwaku menangis.
Nyalakan lampu dengan minyak dan jangan biarkan ia mati. Mari kita merengguk sejuk musim semi dan bersenandung gembira dengan bayang-bayang keindahan musim semi, dan penjagaan kasih-sayang musim panas, dan hadiah musim gugur pada saat musim panen.
Mendekatkah padaku, duhai kekasihku; api telah menderu dingin dan beterbangan dibawah debu-debu. Pelukah aku, karena aku takut kesepian; dan bulir-bulir anggur yg kita peras telah membutakan mata kita. Mari kita saling berpandangan sebelum mata kita terlelap. Belailah daku dengan tanganmu dan peluklah daku; biarlah ranjang malam memeluk jiwa kita sebagai kesatuan.
Ciumlah daku, duhai kekasihku, karena musim dingin telah mencuri semuanya kecuali bibir kita yg berkecamuk. Engkau ada didekatku, duhai keabadianku. Betapa dalam dan luas panjang malam; dan betapa paginya fajar itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah Baca Tinggalkan Komentar, Jangan Lupa Follow Blog Ini, Jangan Rasis, Jangan SARA, Jangan Diskriminasi, Jangan Porno, Jangan ALAY

Baca Juga:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...