Jenderal Besar Soedirman dilahirkan pada 24 Januari 1916 didesa Bantar Barang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Tempat Soedirman dilahirkan ini berada dalam kondisi alam yg boleh dibilang miskin. Tanahnya tidak subur, walaupun banyak dialiri oleh sungai-sungai yg bermata air di gunung Selamet. Tetapi lahan persawahannya tidak mudah dikerjakan karena banyak ditaburi batu-batu yg berasal dari kedalam gunung Selamet beberapa abad lalu. Oleh karena itu ayah Soedirman, Karsid Kartawiraji, bekerja di perkebunan tebu yg dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda didekat Purwokerto.
Saat kecil, Soedirman diangkat anak oleh uwak-nya yaitu R. Tjokrosumaryo dan istrinya Turiwati karena mereka berdua belum dikarunia seorang anak, meskipun sudah membina rumah tangga cukup lama.
Pada tahun 1925, Soedirman memasuki sekolah Holland Inlandse School (HIS), ia bahkan bisa masuk HIS Guberdemen meskipun kemudian pindah ke perguruan Tanam Siswa. Soedirman juga menuntut ilmu dirumah, ia belajar agama dan dididik untuk taat menjalankan agama. Ia kemudian berkembang menjadi anak yg shalih. Ia juga membantu pekerjaannya orang tuanya dirumah, seperti memelihara tanaman di kebun, mengurus persediaan air untuk masak dan mandi, serta berbagai pekerjaan yg lain.
Pada tahun 1932 Soedirman meninggalkan Tanam Siswa dan masuk MULO (SLTP) Wiworo Tomo di Purwokerto, dari sekolah inilah Soedirman menanamkan semangat patriotisme yg menyala-nyala. Setamat dari MULO Wiroro Tomo, ia diangkat menjadi guru HIS Muhammadiyah tempat ia mengembangkan kegemarannya pada bidang bahasa Indonesia, ilmu pasti, dan sejarah.
Tahun 1942 pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia berakhir, dan berganti oleh pemerintahan pendudukan Jepang. Soedirman kemudian sudah menjadi salah seorang tentara Pembela Tanah Air (PETA). Kemudian ia memangku jabatannya sebagai komandan batalyon di Kroya. Setelah proklamasi kemerdekaan, beberapa pemuda terutama mereka yg sebagian besar adalah eks-tentara PETA, eks Heiho, maupun eks perwira tentara kolonial Belanda (KNIL), segera membentuk satuan-satuan Badan Keamanan Rakyat (BKR) ditempat tinggalnya masing-masing.
Pada tanggal 5 Oktober 1945, Presiden Soekarno mengeluarkan maklumat mengenai pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Oerip Sumohardjo, Mayor pensiunan dari Konokklijk Nederland Inlandse Leger (KNIL) ditunjuk untuk membentuk organisasi TKR. Setelah meletakkan landasan-landasan TKR, Soedirman dipilih dalam sebuah konferensi menjadi Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia. Dan dilantik oleh Presiden Soekarno pada bulan berikutnya dengan pangkat jendral pada usia 29 tahun.
Pada tanggal 21 Juli 1947 tentara ekspedisi Belanda menyerbu ke daerah-daerah Republik secara besar-besaran. TKR yg saat itu sudah berubah menjadi TNI, tidak berhasil menahan musuh dalam berbagai front. Tapi pengalaman pahit itu telah melahirkan doktrin pertahanan yg baru, dikenal dengan nama Perang Rakyat Semesta. Dalam sistem ini, prinsip linier sudah ditinggalkan dan diganti dengan "lingkungan pertahanan" yg kenyal dan berlandaskan desa sebagai satuan pertahanan terkecil dan kecamatan sebagai unit pertahanan militer terendah. Setelah itu TNI efektif melancarkan gerakan dan mulai menghantam garis-garis komunikasi dan logistik musuh. Begitu pertahanan kota menipis, TNI segera mengarahkan serangannya ke kota-kota pendudukan. Salah satu serangan yg terkenal adalah Serangan 1 Maret 1949 terhadap ibukota Yogyakarta yg diduduki oleh musuh. Selama enam kan di siang hari, pasukan TNI yg dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto dapat bertahan didalam kota.
Sebelum Serangan 1 Maret, Soedirman sudah beberapa bulan non-aktif, karena harus istirahat akibat penyakit paru-paru yg dideritanya. Padahal ia mengetahui konsekuensi yg akan ditanggung apabila berangkat ke medan gerilya, yaitu terus berpindah-pindah dalam segala macam cuaca tanpa istirahat. Tetapi ia menepati janjinya akan memegang kembali tampuk pimpinan Angkatan Perang, apabila musuh menyerang kembali.
Pada hari minggu 29 Januari 1950, di Magelang, Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia itu pergi untuk selama-lamanya. Ia menghadapa Ilahi dalam usia 34 tahun. Hari berikutnya jenazahnya di kebumikan di malam tanam pahlawan Tanam Bahagia Yogyakarta setelah di sembahyangkan di Masjid Agung. Lautan manusia yg mengiringi jenazah, mengantarkan Panglima Besar Jenderal Soedirman ke tempat peristirahatannya yg terakhir. Perjuangan dan pengabdian yg telah diberikan secara total kepada rakyat, bangsa, dan negara itu menjadi suritauladan bagi bangsa Indonesia dari generasi yg satu ke generasi berikutnya.
Saat kecil, Soedirman diangkat anak oleh uwak-nya yaitu R. Tjokrosumaryo dan istrinya Turiwati karena mereka berdua belum dikarunia seorang anak, meskipun sudah membina rumah tangga cukup lama.
Pada tahun 1925, Soedirman memasuki sekolah Holland Inlandse School (HIS), ia bahkan bisa masuk HIS Guberdemen meskipun kemudian pindah ke perguruan Tanam Siswa. Soedirman juga menuntut ilmu dirumah, ia belajar agama dan dididik untuk taat menjalankan agama. Ia kemudian berkembang menjadi anak yg shalih. Ia juga membantu pekerjaannya orang tuanya dirumah, seperti memelihara tanaman di kebun, mengurus persediaan air untuk masak dan mandi, serta berbagai pekerjaan yg lain.
Pada tahun 1932 Soedirman meninggalkan Tanam Siswa dan masuk MULO (SLTP) Wiworo Tomo di Purwokerto, dari sekolah inilah Soedirman menanamkan semangat patriotisme yg menyala-nyala. Setamat dari MULO Wiroro Tomo, ia diangkat menjadi guru HIS Muhammadiyah tempat ia mengembangkan kegemarannya pada bidang bahasa Indonesia, ilmu pasti, dan sejarah.
Tahun 1942 pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia berakhir, dan berganti oleh pemerintahan pendudukan Jepang. Soedirman kemudian sudah menjadi salah seorang tentara Pembela Tanah Air (PETA). Kemudian ia memangku jabatannya sebagai komandan batalyon di Kroya. Setelah proklamasi kemerdekaan, beberapa pemuda terutama mereka yg sebagian besar adalah eks-tentara PETA, eks Heiho, maupun eks perwira tentara kolonial Belanda (KNIL), segera membentuk satuan-satuan Badan Keamanan Rakyat (BKR) ditempat tinggalnya masing-masing.
Pada tanggal 5 Oktober 1945, Presiden Soekarno mengeluarkan maklumat mengenai pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Oerip Sumohardjo, Mayor pensiunan dari Konokklijk Nederland Inlandse Leger (KNIL) ditunjuk untuk membentuk organisasi TKR. Setelah meletakkan landasan-landasan TKR, Soedirman dipilih dalam sebuah konferensi menjadi Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia. Dan dilantik oleh Presiden Soekarno pada bulan berikutnya dengan pangkat jendral pada usia 29 tahun.
Pada tanggal 21 Juli 1947 tentara ekspedisi Belanda menyerbu ke daerah-daerah Republik secara besar-besaran. TKR yg saat itu sudah berubah menjadi TNI, tidak berhasil menahan musuh dalam berbagai front. Tapi pengalaman pahit itu telah melahirkan doktrin pertahanan yg baru, dikenal dengan nama Perang Rakyat Semesta. Dalam sistem ini, prinsip linier sudah ditinggalkan dan diganti dengan "lingkungan pertahanan" yg kenyal dan berlandaskan desa sebagai satuan pertahanan terkecil dan kecamatan sebagai unit pertahanan militer terendah. Setelah itu TNI efektif melancarkan gerakan dan mulai menghantam garis-garis komunikasi dan logistik musuh. Begitu pertahanan kota menipis, TNI segera mengarahkan serangannya ke kota-kota pendudukan. Salah satu serangan yg terkenal adalah Serangan 1 Maret 1949 terhadap ibukota Yogyakarta yg diduduki oleh musuh. Selama enam kan di siang hari, pasukan TNI yg dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto dapat bertahan didalam kota.
Sebelum Serangan 1 Maret, Soedirman sudah beberapa bulan non-aktif, karena harus istirahat akibat penyakit paru-paru yg dideritanya. Padahal ia mengetahui konsekuensi yg akan ditanggung apabila berangkat ke medan gerilya, yaitu terus berpindah-pindah dalam segala macam cuaca tanpa istirahat. Tetapi ia menepati janjinya akan memegang kembali tampuk pimpinan Angkatan Perang, apabila musuh menyerang kembali.
Pada hari minggu 29 Januari 1950, di Magelang, Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia itu pergi untuk selama-lamanya. Ia menghadapa Ilahi dalam usia 34 tahun. Hari berikutnya jenazahnya di kebumikan di malam tanam pahlawan Tanam Bahagia Yogyakarta setelah di sembahyangkan di Masjid Agung. Lautan manusia yg mengiringi jenazah, mengantarkan Panglima Besar Jenderal Soedirman ke tempat peristirahatannya yg terakhir. Perjuangan dan pengabdian yg telah diberikan secara total kepada rakyat, bangsa, dan negara itu menjadi suritauladan bagi bangsa Indonesia dari generasi yg satu ke generasi berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setelah Baca Tinggalkan Komentar, Jangan Lupa Follow Blog Ini, Jangan Rasis, Jangan SARA, Jangan Diskriminasi, Jangan Porno, Jangan ALAY