Setelah meruntuhkan ranting-ranting pepohonan dan menebasi batang-batangnya di taman hingga terkulai pecah mencium tanah, prahara mulai menebarkan tuduhan. Bintang-bintang laksana puing-puing petir yg terhambur. Kesunyian telah sempurna mengangkangi segala wujud, seakan-akan tak pernah ada kemurkaan Alam yg telah menporandakan dengan kecamuknya.
Saat itulah seorang gadis muda memasuki kamarnya dan berlutut disebelah ranjang dengan terisak pilu. Hatinya ditikam kesedihan. Akhirnya ia berhasil merekahkan bibirnya. Ia berguman, "Ya Tuhan, kembalikan dia padaku dengan selamat. Tuhanku, air mataku sudah habis tercurah, ketabahanku telah sirna, namun prahara masih saja menporandakan hatiku. Wahai Tuhan, lindungilah dia dari cakar perang yg menebarkan kematian. Selamatkan dia dari kejamnya maut, lantaran kutahu dia hanyalah si lemah yg dicengkeram si kuat. Tuhan, selamatkanlah kekasihku, umat-Mu sendiri, dari musuh yg menentang-Mu. Jauhkan dia dari lorong yg menuju muara kematian. Bawalah dia kembali padaku atau tunjukkanlah jalanku untuk menuju padanya."Seorang pria muda perlahan memasuki tempat itu. Kepalanya dibebati selubung yg banjir oleh air kehidupan.
Dengan derai air mata bercampur bahagia, didekatinya gadis itu, lalu dijamahnya tangannya dan didekapkannya ke bibirnya yg menyala. Nadanya masih menyisakan derita yg telah ditempuhnya. Kebahagiaan menyesalinya kembali seiring dengan pertemuan itu. Dia berkata, "Jangan takut padaku, sebab akulah buah doamu. Bersyukurlah lantaran kedamaian telah memulangkanku dengan selamat ke hadapanmu. Kemanusiaan telah menjunjung segala apa yg dirampok keserakahan dari kita. Kekasihku, jangan berduka, tetaplah bergembira. Jangan engkau suguhkan kebingungan, lantaran Cinta menyimpan kekuatan yg sanggup mengusir kematian, walaupun semburat kesucian memang tidak mengalahkan musuh. Aku kini milikmu sepenuhnya. Jangan pandang aku sebagai bayangan Kematian yg mengunjungi Keindahan.
Kini akulah Kebenaran yg bebas dari tebasan pedang dan kobaran api untuk menuturkan kemenangan cinta-kasih atas peperangan. Jangan takut, sebab kini akulah kata yg mementaskan drama kebahagiaan dan perdamaian."
Pria muda itu tak mampu lagi menuturkan apapun. Air matanya mengabarkan hasrat hatinya. Para bidadari Kebahagiaan mengelilingi rumah itu. Kedua hati ini pun menyatu abadi setelah terenggut sekian lama.
Ketika fajar merekah, keduanya telah berada ditengah betangan hijau demi mengagumi kecantikan alam yg dicabik oleh prahara. Kesunyian menguasai mereka. Namun kemudian prajurit muda itu memandang kearah timur dan berbisik di telinga kekasihnya, "Pandanglah kegelapan itu! Dialah yg melahirkan Matahari."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setelah Baca Tinggalkan Komentar, Jangan Lupa Follow Blog Ini, Jangan Rasis, Jangan SARA, Jangan Diskriminasi, Jangan Porno, Jangan ALAY