Sabtu, 29 Juni 2013

khalil gibran-menyongsong masa depan

Dari belakang tembok Masa Kini aku dengar lagu himne kemanusiaan. Aku dengar suara bel berbunyi, tanda akan dimulainya doa dan pemujaan di kuil keindahan. Bel-bel yg membentuk logam emosi dan ketenangan diatas kudus-hati manusia.
Dari belakang tembok Masa Depan aku melihat sekerumunan orang bersembahyang diatas mekarnya Alam Semesta, wajah-wajah mereka dihadapkan ke timur guna menanti genangan cahaya pagi-sinar pagi Keimanan.
Aku melihat sebuah kota yg kini berada di jurang kehancuran dimana tak ada lagi kenangan cantik yg membekas untuk diceritakan kepada dunia, karena kekalahan Kebodohan dan kemenang Cahaya.
Aku melihat para orang tua duduk dibawah naungan pohon cemara dan dibawah pohon willow nan rindang, disambangi oleh anak-anak muda yg sedang bernostalgia mendengarkan kisah masa lalu mereka dengan hikmat.
Aku melihat beberapa anak muda sedang memetik gitar dan meniup seruling yg nyaring berdenting mengiringi dara-dara cantik nan mempesona, berambut ikal, tergerai lepas diterpa angin, menari dibawah pohon jasmine.
Aku melihat para suami sedang memanen gandum, dan isteri-isteri mereka mengumpulkan berkas-berkasnya diiringi dengan lantunan tembang layar yg penuh dengan keceriaan.
Aku melihat seorang perempuan muda sedang menghias dirinya dengan sebuah mahkota di kepalanya yg terbuat dari kembang lili dan rangkaian dedaunan berwarna kehijauan.
Aku melihat sebuah persahabatan yg sangat erat terjalin antara manusia dengan sesama makhluk hidup, dan sekawanan burung dan kupu-kupu yg diasuh cakrawala, percaya diri dan kokoh, terbang kearah sungai.
Aku tak menjumpai kemiskinan; tak pula kujumpai yg berlimpah ruah. Yg aku lihat hanyalah persaudaraan dan persamaan hal yg membuncah dalam jiwa manusia.
Tak aku lihat seorang dokter pun, karena setiap orang punya keterampilan dan pengetahuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri.
Tak aku temukan pendeta mana pun, karena suara hati telah menjadi Pendeta Agung. Tak pula kulihat seorang pengacara, karena alam semesta telah menjadi tempat pengadilan, dan risalah persahabatan dan perkawanan menjelma dalam kekuasaan.
Aku melihat manusia yg paham akan eksistensi dirinya bahwa ia adalah ciptaan batu pertama, dan ia telah membangkitkan dirinya diatas kekerdilan dan kerendahan karma serta mata jiwanya berontak dari selubung kebimbangan; saat ini jiwaku membaca apa yg ditulis oleh awan-awan diatas kanvas wajah surga, demikian pula dengan apa yg digambarkan oleh angin sepoi-sepoi diatas permukaan air; sekarang aku mengerti arti dari nafas sekuntum bunga dan irama burung bulbul.
Dari belakang tembok Masa Kini, diatas panggung hari esok, aku melihat Keindahan itu laksana mempelai laki-laki dan Jiwa adalah laksana mempelai wanitanya, dan kehidupan adalah laksana upacara Malam Kedre (Malam Lailatul Qadar).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah Baca Tinggalkan Komentar, Jangan Lupa Follow Blog Ini, Jangan Rasis, Jangan SARA, Jangan Diskriminasi, Jangan Porno, Jangan ALAY

Baca Juga:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...