Gunung Papandayan, gunung dengan ketinggian 2665 mdpl berada di Kab. Garut kira-kira 3 jam perjalan dari terminal guntur sampai tempat parkir gunung Papandayan. Pertama kali mendaki tahun 2009 bulan juli (lupa tanggalnya), setelah mengurus perizinan kami langsung mendaki. Jalan setapak yang berbatu dan terjal kami lewati dengan lumayan, karena medannya tak begitu menyulitkan dan sangat cocok untuk pendaki pemula.
Kami beristirahat di bekas jalan yang cukup lebar sebenarnya dulu dari Cisurupan bisa dilewati oleh kendaraan roda empat sampai bandung tepatnya pangalengan. Malah sudah ada rencana untuk di buat sebagai jalan raya, namun niat itu gagal karena pada tahun 2002 gunung itu meletus. Material letusan menutupi jalan tersebut, dan banyak asap yang keluar dari bekas jalan tersebut. Ada juga badan jalan yang menghilang karena longsor akibat letusan.
Setelah tenaga terisi kembali perjalanan dilanjutkan dengan memutar jalan itu (akibat longsor). Perjalanan yang seharusnya bisa dilalui dengan 30 menit, jadi 1 jam. Istirahat lagi di pintu masuk ke Pondok Salada, di sana ada warung tapi waktu kami kesana warungnya tutup. Dari warung menuju Pondok Salada dibutuhkan 30 menit perjalanan. Tibalah di Pondok Salada (yang sama sekali tak ada salada/selada) yang banyak ditumbuhi tanaman edelweis (itulah pertama kalinya aku melihat edelweis secara langsung). Mendirikan tenda, ngambil air dan masak itulah kegiatan setibanya kami di Pondok Salada.
Esoknya kami jalan-jalan ke Tegal Alun (kelompok kami Penikmat Alam Shanekala Adventure biasa menyebutnya MANDALALANGIT) melewati jalan setapak yang berbatu, perjalanan yang sangat berbahaya sebenarnya tanpa pengaman samasekali (kondom, kontrasepsi dll. Alah, itumah pengaman yang lain!!!). Kurang lebih 30 menit perjalanan kami sampai di Tegal Alun, padang yang sangat luas kata salah satu crew Shanekala Adventure 'Ka (nama panggilan saya) Surya Kencana seperti ini, namun lebih kecil. Lebih bagus Tegal Alun dari pada Surya Kencana'. Waktu kami disana tanahnya masih tertutup debu vulkanik, rumput belum banyak yang tumbuh, pohonnya hitam seperti arang karena terbakar, edelweisnya pun masih sedikit (tapi lebih banyak dibanding di Pondok Salada).
Di Mandalalangit kami hanya berputar-putar, sambil mencari sumber mata air karena sudah ada niatan untuk kemping disini. Ternyata ada tapi harus turun dulu 50 meter lumayan jauh dan sulit. Setelah puas berkeliling kami memutuskan kembali ke tenda yang ada di Pondok Salada. Sesampainya di tenda kami dikejutkan dengan adanya babi hutan, kontan saja kami berlima langsung mengusirnya. Ada salah satu crew Shanekala Adventure yang membawa pisau rambo, mengejar babi itu. Entah mau diapakan kalau babi itu tertangkap (tertusuk), untungnya babi itu lari dengan kecepatan 40yard 1,4 detik (ngambil dari manga eyeshield 21 vol. 31, waktu butaberus (babi) dikejar cerberus (anjing yang selalu mau memakannya) yang mempunyai kecepatan 40yard 1,5 detik).
Malam terakhir diisi dengan api unggun dan ubi bakar sambil ditemani bulan setengah. Pagi datang, setelah mengisi perut dengan menu nasi, rendang, capcay, ayam goreng dan sambal (sebenarnya nasi, ikan asin, lalapan, dan sambel). Kami langsung membereskan tenda, bersiap untuk pulang kekehidupan kota yang (tidak begitu) nyaman. Papandayan Aku Pergi Untuk Kembali (kayak lagu!!).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setelah Baca Tinggalkan Komentar, Jangan Lupa Follow Blog Ini, Jangan Rasis, Jangan SARA, Jangan Diskriminasi, Jangan Porno, Jangan ALAY