Sabtu, 03 Maret 2012

khalil gibran-lentera zaman


Seorang murid mengangkat suara kepada al-Musthafa sewaktu mereka sedang duduk berteduh dibawah rerindangan pohon putih, "aku sangat takut pada waktu yg begitu saja melaju dan menghancurkan masa muda kami, Guru. Apa sebenarnya yg diberikan waktu kepada kami, Guru?"
"Ambillah sekarang segenggam tanah" jawab al-Musthafa. "Apakah kamu temukan dibalik gumpalannya sebutir benih atau seutas cacing? Seumpama tanganmu besar dan kuat, niscaya benih-benih itu akan menjelma menjadi bidadari juwita. Ingatlah, tahun-tahun yg mengubah benih-benih menjadi hutan rimba dan cacing-cacing menjadi bidadari juwita adalah masa kini yg bergulir sepanjang tahun.
Musim apakah yg hidup sepanjang tahun kalau bulan pikiranmu itulah yg sebenarnya berubah? Musim semi adalah kebangkitan dibalik hatimu. Musim panas adalah pengakuan atas kesuksesanmu. Tidakkah cuma musim gugur yg meninggalkanmu yg melagukan dongeng bagi mereka yg masih kanak-kanak? Tidakkah musim dingin itu adalah tidur panjang yg penuh dengan mimpi-mimpi yg merindukan musim-musim lainnya? Betulkah?"
Seorang murid al-Musthafa yg selalu ingin tahu mengamati tumbuhan-tumbuhan yg kembangnya merekah merambati pohon-pohon sisamor. "Guru, lihatlah benalu itu," ucapnya. "Apa yg dapat engkau ceritakan tentangnya? Dengan sepasang mata yg lelah mereka mencuri cahaya kesetiaan dari anak-anak matahari yg mengurasi saripati yg mengalir ke dahan-dahan dan daun-daunnya."
Al-Musthafa berkata, "Kawanku, kita semua sebenarnya adalah benalu. Kita yg membanting tulang untuk menyulap tanah menjadi kehidupan yg menggairahkan sungguh tidaklah lebih agung dibandingkan dengan mereka yg langsung mendapatkan anugerah kehidupan dari tanah sekalipun tidak mengerti makna tanah itu. Apakah merupakan suatu kewajiban bagi seorang ibu untuk bergumam pada anaknya: 'Engkau akan kuserahkan ke hutan rimba. Ibumulah yg lebih mulia, tapi engkau menjadikanku, hatiku dan tanganku sangat lelah'. Atau, tidak salahkah bila seorang penyanyi tiba-tiba menyesalkan iramany dengan menukas: 'Akibat suaramu yg telah menghabiskan nafasku, kini pulanglah engkau ke hub gemuruhmu tempat engkau berasal'. Tepatkah bila seorang penggembala berujar pada anak kudanya: 'Aku tak akan bisa lagi menuntunmu kesana karena padang rumput telah gundul. Lebih baik kau kupotong dan kukorbankan untuk sebuah persembahan'.Kawanku, semua hal terjawab sebelum dipersoalkan. Sebagaimana mimpi-mimpimu, semuanya terwujud sebelum engkau tenggelam dalam lelap tidurmu. Kita yg hidup menurut hukum akan niscaya akan bergantung, dari dulu dan sampai kelak yg tak terbatas. Lebih baik kita hidup dalam kebaikan dan saling mengasihi. Kita saling mencari untuk mengusir kesendirian kita. Dan kita akan mengarungi jalanan manakala kita tidak lagi menyimpan sekerat hati yg sudi duduk berdampingan.
Sahabat dan saudaraku. Percayalah betapa jalan-jalan akan terasa lebih lebar membentang bila bersama dengan sahabat-sahabatmu. Tanaman yg menumpang hidup diatas tanaman lain yg menghirup susu bumi dan kesenyapan malam yg indah, sementara bumi mereguknya dari dada matahari dalam mimpi-mimpinya yg sarat dengan kesejukan. Matahari, juga diriku, engkau dan semuanya bersemayam disana, berada dalam penghargaan yg setara diantara pesta-pora raja yg senantiasa membuka pintu istananya dan menyuguhkan meja jamuannya dengan rapi.
Kawanku, semua yg menumpang hidup diatas semua yg hidup serta semua yg hidup dalam imam sungguh tiada terbatas, itulah kebebasan Yang Tertinggi."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah Baca Tinggalkan Komentar, Jangan Lupa Follow Blog Ini, Jangan Rasis, Jangan SARA, Jangan Diskriminasi, Jangan Porno, Jangan ALAY

Baca Juga:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...