Khaerul Shidiq, lahir di Sukabumi pada hari Rabu tanggal 20 Juli 1978.
Pendidikan formalnya hanya sampai tingkat Sekolah Dasar. Yaitu di SDN
Pamuruyan IX.
Aa Ujang, demikian dia biasa dipanggil oleh adik-adik sependeritaannya di jalanan. Lahir dari keluarga yang kurang mampu terdiri dari enam bersaudara di sebuah dusun terpencil di kabupaten Sukabumi Jawa Barat.
Ujang kecil bercita-cita menjadi seorang ABRI, namun dia
harus mengubuq cita-citanya. Dia gagal masuk SMP karena orang tuanya
tidak mampu membiayainya.Aa Ujang, demikian dia biasa dipanggil oleh adik-adik sependeritaannya di jalanan. Lahir dari keluarga yang kurang mampu terdiri dari enam bersaudara di sebuah dusun terpencil di kabupaten Sukabumi Jawa Barat.
Setelah gagal masuk SMP dia memutuskan untuk mencari uang sendiri agar bisa melanjutkan sekolahnya. Dia pun merantau ke Jakarta dan bekerja pada sebuah warung makan sebagai tulang pencuci piring. Beberapa bulan kemudian dia pindah bekerja menjadi tukang kebun merangkap sebagai tulang pel di sebuah rumah kost di bilangan Slipi Jakarta Barat. Selama bekerja dia sering memperhatikan anak-anak seusianya yang berangkat ke sekolah. Tentu saja hal itu membuat keinginan untuk melanjutkan pendidikannya semakin kuat. Setelah kurang lebih satu tahun dia bekerja dan mengumpulkan uang, akhirnya dia kembali ke kampung halamannya di Sukabumi dengan maksud untuk melanjutkan pendidikannya. Namun setibanya di kampung halaman, sang ibu menyarankan agar dia masuk pondok pesantren dengan alasan agar biayanya bisa lebih murah. Dengan pertimbangan tersebut akhirnya dia pun mengikuti saran sang ibu dan masuk ke Pondok Pesantren Nurussa'adah di Sukabumi. Dia mengubah cita-citanya dari seorang ABRI menjadi seorang Kiayi.
Dengan keterbatasan biaya yang dia miliki, dia terus bertahan di pondok tersebut hingga beberapa tahun. Sering kali dia harus rela meninggalkan asrama pondoknya untuk mencari biaya dengan menjadi kuli pemetik padi atau kuli pembabat rumput bersama ibunya.
Ujang semakin tertarik dengan pendidikan Islam dan ingin lebih mengenal dunia Islam lebih jauh. Namun lagi-lagi faktor ekonomi menjadi penyebab echa harus kembali merantau. Dia ingin sekali membantu adik-adiknya agar mereka bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Akhirnya dia pun kembali bekerja menjadi kuli gudang pada sebuah perusahaan garmen. Dengan semangat membara dia memanfaatkan waktu luangnya untuk mencari ilmu. Di sela libur bekerja dia rajin mengunjungi para ustadz atau kiayi untuk menimba ilmu dari mereka. Dia senang mengunjungi ustadz-ustadz yang ada di pelosok daerah. Dan kerena kebiasaannya itu dia mempunyai hobby baru yaitu berkunjung ke daerah terpencil, hiking, dan naik gunung. Dia juga senang berkumpul dengan para pengamen untuk sekedar bermain musik. Kemudian dia pindah ke Bekasi dengan menjadi seorang pedagang agar-agar keliling.
Dan demi mencukupi kebutuhan pendidikan adik-adiknya yang semakin tinggi, maka dia pun harus bekerja keras untuk mengumpulkan uang. Jika di pagi hari dia berjualan agar-agar maka di sore harinya dia mengamen di bis kota atau kedai-kedai makan.
Selain berjualan dan mengamen, dia pun memberikan pembinaan kepada para anak jalanan. Selain itu dia juga aktif di organisasi kepemudaan di Bekasi. Di kampung halamannya dia dan kawan-kawannya mendirikan Lembaga Dakwah Remaja Islam (LDRI) Cikadaka. Yaitu sebuah organisasi kepemudaan yang bergerak di bidang dakwah dan advokasi lingkungan. Dia di percaya memegang amanah sebagai ketua. Selain itu dia juga didaulat untuk menjadi pengasuh majelis ta'lim Al-Ikhlas. Karena hal itu hampir setiap minggu, dia harus bolak-balik Bekasi-Sukabumi untuk menunaikan tugasnya sebagai pengajar dan aktivis dakwah yang sering diundang untuk mengisi materi atau ceramah di berbagai tempat. Hal itu dia jalani selama tiga tahun.
Saat ini A Ujang masih aktif sebagai seniman dan pembina anak-anak jalanan yang tergabung dalam ANJALIS (Anak Jalanan Islam) kota Bekasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setelah Baca Tinggalkan Komentar, Jangan Lupa Follow Blog Ini, Jangan Rasis, Jangan SARA, Jangan Diskriminasi, Jangan Porno, Jangan ALAY