Rabu, 08 Agustus 2012

khalil gibran-kehancuran bangsa


Al-Musthafa melangkah gontai ketaman orang tuanya, lalu menyelinap ke dalamnya dan kemudian menutup pintu gerbangnya. Tak ada seorang pun yg pernah diizinkan untuk mengiringi langkahnya. Dia mendekam di tanam itu dalam sebuah bangunan selama empat puluh hari empat puluh malam. Semua orang telah mengerti apa yg diinginkannya untuk menyendiri sehingga tak ada seorang pun yg berkunjung atau menjenguknya melalui pintu gerbang yg mengatup rapat itu.
Barulah selepas empat puluh hari empat puluh malam ia menguak pintu gerbang tamannya sebagai pertanda bahwa ia telah bersedia menyambut kunjungan mereka yg ingin menjumpainya. Ada sembilan orang yg mendatanginya: tiga awal jaraknya sendiri, tiga lainnya adalah orang-orang yg membantunya dalam upacara di kuil dan tiga orang lagi adalah kawan-kawan sepermainannya dimasa silam. Semua orang itu adalah murid-muridnya.
Ketika fajar merekah, sembilan murid itu mengitarinya dengan masing-masing wajah menempiaskan tatapannya yg menerawang jauh kemasa lalu dengan bola matanya yg mengerami jutaan kenangan. Hafidz, salah seorang muridnya, berkata padanya, "Guru, tuturkan apa yg disebut dengan kota Orphalese serta negeri-negeri yg telah engkau huni selama dua belas tahun."
Mata al-Musthafa melayang jauh ke bentangan bebukitan serta keluasan angkara. Hatinya berkecamuk dalam kesunyian. "Sahabat-sahabat dan kawan-kawan perjalananku," ujarnya kemudian. "Sungguh celaka bangsa yg tak memiliki agama sekalipun dijubeli oleh kepercayaan-kepercayaan. Sungguh nista bangsa yg mengagungkan orang zalim layaknya pahlawan dan menyanjung-nyanjung penjajah sebagai bangsa yg berkuasa perkasa. Sungguh rendah bangsa yg melecehkan ambisi mimpi-mimpi tetapi terkulai lemas tatkala jaga.
Betapa celaka bangsa yg tak berani menyampaikan kata-katanya sendiri kecuali bila tengah bergandengan mesra dengan liang kubur. Bangsa yg tak menyimpan kebanggaan kecuali ketika sedang tengkurap diantara puing-puing reruntuhannya. Bangsa yg tidak menggeliat bangkit kecuali manakala batang lehernya telah dikalungi oleh mata pedang dan tempat pemancungan.Celakalah bangsa yg memiliki negarawan berupa seekor srigala, yg memiliki filosof berupa para penipu dan memiliki karya seni berupa tiru-tiruan. Betapa malangnya yg menyambut penguasa barunya dengan mengumandangkan tiupan-tiupan terompet, lalu menangis penuh duka waktu mengucapkan selamat tinggal padanya, tetapi kemudian menyambut penguasa baru penggantinya dengan tiupan-tiupan terompet yg sama. Celaka benar bangsa yg hanya memiliki kaum cendekiawan yg bertahun-tahun tumpul telinganya dan orang-orang kuatnya masih mengeram dalam kereta-kereta bayi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah Baca Tinggalkan Komentar, Jangan Lupa Follow Blog Ini, Jangan Rasis, Jangan SARA, Jangan Diskriminasi, Jangan Porno, Jangan ALAY

Baca Juga:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...