Kasihku, bangkitlah! Atas nama jiwaku yg memujamu dari keluaran samudera
dan melambaikan sayap-sayapnya padamu dari garangnya gemuruh gelombang.
Bangkitlah atas nama kesenyapan yg telah membunuh gelegar derap kuda dan pengembara yg berlalu lalang.
Aku masih saja menguak mata seorang diri, sekalipun rasa kantuk telah
melipat jiwa-jiwa manusia. Tak lain lantaran rasa kangen senantiasa
menyentakkanku dari beratnya mata.
Cinta lantas menggendongku meninggalkan bentangan jari-jarimu, lantaran kegelisahan tak kunjung letih mengusikku.
Kasihku, telah kulupakan bilik kamar-kamarku, lantaran aku sungguh cemas
akan gangguan hantu-hantu kealpaan yg berkubang dibalik selimut yg
terajut dari kelembutan kapas-kapas.
Bahkan demi bisikan kesunyianku yg mencekam, aku pun telah mengusir
helaian-helaian suci didepan mataku dan kuhanguskan semua kitabku.
Kasihku, bangkitlah, bangkitlah, lalu simaklah jeritan resah istana jiwaku.
Kasihku, aku selalu mendengar bisikanmu. Kurasakan engkau tengah
memanggil-manggilku dari kedalaman samudera dan kunikmati elusan
sayap-sayapmu yg sangat sahdu. Aku telah mengabaikan bilik kamarku dan
aku rela mengendus dimuka rerumputan, kendati embun malam menciumi
kakiku dan membasahi gaunku. Disini, aku berdiri seorang diri, dibawah
mekar-mekar pohon almond, membiarkan bayanganmu tetap bersemayam dalam
belantara sukmamu.
Kasihku, tuturkanlah padaku, restuilah sapuan angin dari gunung-gunung
Lebanon yg membelaiku sepoi-sepoi. Katakanlah, lantaran tak ada seorang
pun yg akan mendengar kecuali aku. Malam telah gelap, lelah menggayut
ditubuh mereka.
Kasihku, surga telah dianyam dalam kerudung cahaya malam dan terpaparkan keseluruh negeri Lebanon.
Kasihku, surga telah didandani cahaya purnama bulan dari sebuah jubah
tebal menderetkan asap-asap dan nafas kematian, serta terbentang diatas
bingkai kota.
Penduduk desa telah merundukkan dirinya dihadapan kelas didalam
gubuk-gubuk yg bertebaran diantara pohon-pohon willow dan lemari. Jiwa
mereka telah terhampar dalam bunga-bunga impian masa depan.
Manusia telah dikuasai oleh kemilau emas. Mata mereka sendu, berat dan
letih lantaran terbelenggu oleh banyak persoalan. Tubuh mereka
tersungkur diatas pembaringan seakan-akan tengah berlindung dari hantu
ketakutan dan keputusasaan.Hantu-hantu masa lalu bergentayangan di
lembah-lembah. Jiwa raja-raja dan nabi-nabi membumbung diatas bukit dan
gunung. Pikiranku dihiasi oleh jutaan nostalgia. Wahai orang-orang
Chaldea, tunjukan kepadaku kemegahan orang Siria dan kebangsawanan orang
Arab.
Dalam lorong-lorong menyeramkan, ruh para maling yg menyeramkan
berarakan. Mulut-mulut ular berbisa yg kelaparan menyembul dari
ceruk-ceruk benteng. Virus mematikan telah bersetubuh dengan nestapa
kematian yg menebarkan keangkeran diatas jalan itu. Kenangan telah
menanggalkan kerudung lalainya dari sudut mataku dan mempertontonkan
kemuakan Sodom dan dosa-dosa Gomorah padaku.
Kasihku, ranting-ranting menari. Suaranya berbaur dengan gemercik air
sungai dilembah, berulang-ulang dan sayup-sayup ditelinga kita terkuak
tembang kantikel Nabi Sulaiman, kecapi Nabi Daud yg mendayu-dayu dan
nyanyian Nabi Ishak yg memukau.
Jiwa-jiwa bocah kelaparan bersemayam dalam gubuk yg bergetar. Keluh
kesah para ibu terombang-ambing diatas ranjang kesangsian dan
keputusasaan juga telah menjangkau langit. Mimpi-mimpi yg mencemaskan
menggerogoti kalbu yg lemah. Kudengar semua jeritan getir mereka.
Aroma bunga-bunga telah bercampur dengan nafas pohon cedar yg semerbak
tajam. Sepoi angin menerbangkan mereka keatas pegunungan. Jiwa mereka
terbuai dalam kelembutan kasih dan sayang serta mengepakkan sayap
kerinduan hingga terbang tinggi dan jauh.
Namun racun-racun rawa juga bangkit bersamaan, menunggangi tubuh
penyakit, serupa dengan ramah rahasia yg menembus hati dan udara.
Kasihku, matahari telah tersenyum dari bilik peraduannya, jari-jari
lembut kebangkitan kian membuai daun jendela terkuak, mengungkap
keagungan dan keyakinan hati atas nama kehidupan. Dusun-dusun yg
terlelap dalam keteduhan bahu-bahu lembah telah bangkit dari lamunan
panjangnya. Genta gereja telah menjerit diiringi kesahduan suara ayam
subuh. Gua-gua pun turut melantunkan irama genta seolah-olah seluruh
belahan semesta tengah bersatu memanjatkan doa dengan penuh khusuk.
Anak-anak lembu telah meninggalkan kandang mereka, demikian pula
biri-biri dan kambing-kambing, bermain diantara pikatan rumput yg masih
memeluk embun. Para penggembala berjalan dibelakang mereka, sambil
menyeru diatas alang-alang. Dan dibelakang mereka, para perawan yg
menyanyikan lagu-lagu laksana burung-burung menyambut pagi berjalan
gemulai. Kini tangan panas siang hari mulai membakar kota. Tirai jendela
yg dilukis dan pintu pun terkuak lebar-lebar. Mata-mata yg penat dan
wajah para pekerja tergambar di dalam ruang kerja. Kematian terasa
memberangus kehidupan mereka. Ketakutan dan keputusasaan menyemburat
dari wajah-wajah mereka yg redup. Jalan-jalan diramaikan oleh jiwa-jiwa
rakus yg saling berebut. Di mana-mana terdengar dentangan besi roda yg
bergerak dan gelegar mesin uap.
Kota itu telah menjelma menjadi ajang perang, dimana diberlakukan hukum
rimba, dimana si kaya menginjak si lemah, si kaya menunggangi si fakir.
Kasihku, hidup memang indah, laksana hati penyair yg diselimuti cinta
dan kasih. Namun engkau pun jangan kalah bahwa hidup ini juga amat keji,
tak ubahnya hati sang penjahat yg bergelegar dalam samudera prahara dan
siksa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setelah Baca Tinggalkan Komentar, Jangan Lupa Follow Blog Ini, Jangan Rasis, Jangan SARA, Jangan Diskriminasi, Jangan Porno, Jangan ALAY